Siti adalah seorang wanita muda yang luar biasa cantik dan gigih. Kisahnya adalah salah satu keberanian dan tekad serta keinginan untuk mewakili budayanya melalui semangat tarian. Dan dia punya mimpi.
Penari berbakat ini lahir dua puluh lima tahun yang lalu di sebuah desa kecil, Mungku Baru, sekitar dua jam perjalanan perahu dari Palangkaraya di Kalimantan Tengah tempat tinggalnya sekarang. Ayahnya orang Jawa dan pindah ke Palangkaraya di bawah program transmigrasi. Ibu Siti adalah Dayak Ngaju. Desanya sangat tradisional dan dia berbagi beberapa kepercayaannya dengan saya, “Desa saya penuh dengan banyak roh, ada yang baik, ada yang buruk. Dukun di desa saya mengusir roh jahat dan kami merasa aman dan terjamin dalam kepercayaan tradisional kami.”
Siti mulai menari ketika dia baru berusia lima tahun dan tidak pernah benar-benar berhenti. Pada tahun 2012, setelah lulus kuliah ia memutuskan untuk berkarir mengajar tari tradisional Dayak dan pada bulan Januari tahun ini membuka sanggar tari sendiri bernama Darung Tingang yang berarti burung besar.
Hari-hari biasa dimulai pukul 6.30 pagi dan Siti sering mengajar atau berlatih hingga pukul 7.00 malam, terkadang tidur di sanggarnya, yang merupakan cerminan dari tekadnya untuk menyukseskan sanggar tersebut. Mayoritas muridnya adalah anak-anak berusia empat hingga 12 tahun dan dia mengajar beberapa anak sekolah menengah yang lebih tua. Siti mengatakan kepada saya, “Saya percaya setiap anak Dayak yang ingin menari harus diberi kesempatan itu, jadi jika mereka berasal dari keluarga miskin dan tidak mampu membayar Rp.200.000 per bulan, maka saya akan mengajari mereka secara gratis.”
Wanita baik hati ini terkadang harus bertahan hidup dengan Rp 500.000 sebulan tapi bertekad untuk membuat Darung Tingang sukses. Dia bisa menambah penghasilannya dengan tampil di acara pernikahan dan pemerintahan dan kadang-kadang untuk kelompok turis, meski hanya sedikit orang asing yang mengunjungi Palangkaraya, tapi Siti punya mimpi.
“Saya ingin tampil di tempat lain di Indonesia dan luar negeri. Ketika saya menari, saya mencoba membangkitkan semangat masa lalu dan saya merasa sangat terhubung dengan budaya saya. Namun, saya ingin belajar tentang budaya lain juga. Saya mendengar ada orang lain yang mirip dengan kami, seperti orang Indian Amerika dan saya ingin berdansa dengan orang-orang ini suatu hari nanti. Ibuku takut budaya kami kehilangan arah dan kami menjadi terputus dengan tanah karena semakin banyak orang Dayak meninggalkan hutan dan sungai dan pindah ke kota, seperti yang telah saya lakukan. Tarian adalah cara yang sangat penting untuk mengajarkan generasi muda untuk menghargai sejarah dan kepercayaan kuno kita, ”kata Siti.
Menyaksikan tarian Siti, terlihat jelas bahwa wanita muda cantik ini mencintai apa yang dia lakukan. Ada ekspresi dalam tariannya, yang mencakup kegembiraan dan kebahagiaan. Jelas bagi saya bahwa dia dilahirkan untuk menari dan akan sangat memalukan jika penonton di seluruh dunia tidak melihat keindahan dan keanggunan ini. Melalui tarian tradisional Dayaknya, budayanya terwakili dengan indah dan harus dibagikan baik secara lokal maupun mancanegara.
Ingin membantu Siti mewujudkan mimpinya?
Hubungi David Metcalf yang mendukung akademi tari Siti. Sekolah tari membutuhkan alat musik tradisional dan dukungan keuangan untuk tampil di negara lain.
David mengatur agar Siti dan kelompoknya terbang ke Jakarta untuk tampil pada peluncuran bukunya di Museum Nasional, yang berlangsung pada 6 Maret. Buku berjudul Indonesia’s Hidden Heritage – Cultural Journeys of Discovery ini merupakan karya budaya Indonesia. Siti dan kelompoknya ditampilkan dalam buku tersebut dan sepertinya mimpinya mulai terwujud.
Penulis: David Metcalf