Ini adalah pendapat saya tentang hari itu. Pada hari pertama kunjungan Guille dan Vero, saya menunggu di Dermaga Kereng Pakahi. Kak Yun, CEO CBG, dan suaminya Kak Ferry, yang mengantar mereka dari Kota Palangkaraya, bergabung dengan saya tak lama setelah itu. Kami kemudian berangkat dengan perahu ke Desa Karuing untuk mengikuti upacara penyambutan hangat yang disebut Tampung Tawar yang diselenggarakan oleh masyarakat setempat. Setelah itu, kami menikmati kopi yang disediakan oleh Raya, pemilik Indu Kuh. Kami bersenang-senang berdiskusi tentang berbagai topik lingkungan. Hari itu ditutup dengan makan siang di Gazebo sebelum kami memulai perjalanan ke jantung hutan hujan gambut Kalimantan, menuju Punggu Alas.

Setibanya di Punggu Alas, kami segera membereskan barang bawaan dan menikmati makan malam yang lezat. Segera setelah itu, kami memulai pelayaran perahu di malam hari di sepanjang sungai Punggu Alas yang tenang. Tamasya ini memberi kami kesempatan untuk mengamati flora dan fauna unik di wilayah tersebut sambil menikmati suasana hutan yang tenang dan kontemplatif. Meskipun kami lelah, pengalaman itu sangat memuaskan, menumbuhkan hubungan yang bermakna dengan alam sekitar. Kami menyusuri sungai selama sekitar satu jam sebelum beristirahat malam, memberi waktu bagi diri kami untuk beristirahat dan menyegarkan diri untuk kegiatan hari berikutnya.

Saat fajar menyingsing di cakrawala, suara-suara halus siamang membangunkan kami dari tidur. Kami memulai hari dengan sarapan yang mengenyangkan sebelum memulai perjalanan ke lahan gambut yang dalam dan hijau di Punggu Alas di Taman Nasional Sebangau. Berbekal bekal untuk menjelajah seharian penuh, kami membawa bekal makan siang, kopi, dan tempat tidur gantung untuk tidur siang yang menyegarkan di tengah ketenangan hutan. Udara dipenuhi dengan suara-suara orangutan yang bergema di kejauhan, yang kami dengar beberapa kali selama perjalanan. Sayangnya, musim kemarau dan kurangnya buah membuat penampakan orangutan sulit ditemukan. Seiring berlalunya hari dan matahari mulai terbenam, kami kembali ke perkemahan. Saran yang bijak: berjalan kaki sejauh 200 meter melalui lahan gambut yang lebat bisa terasa seperti berjalan kaki sejauh satu kilometer, terutama bagi mereka yang tidak terbiasa dengan medan yang menantang seperti itu. Jadi, pastikan Anda mempersiapkan diri dengan baik untuk petualangan ini!

Saat malam tiba dan bulan purnama menyinari langit, kami berangkat dengan perahu yang tenang menyusuri sungai setelah makan malam. Selama perjalanan, dua ekor ikan tiba-tiba melompat ke perahu kami. Sungai itu luar biasa banyak ikannya malam itu, fenomena langka menurut penduduk setempat, yang mengatakan bahwa itu mungkin pertanda baik untuk ekspedisi kami. Bersamaan dengan banyaknya ikan, kami juga menjumpai berbagai jenis satwa liar, termasuk ular piton kecil dan ular lainnya. Malam itu dipenuhi dengan keajaiban dan kegembiraan. Setelah petualangan sungai yang mempesona, kami kembali ke perkemahan untuk beristirahat dan mengisi ulang tenaga, mempersiapkan diri untuk kegiatan yang direncanakan untuk hari berikutnya.

Saat cahaya pagi mulai menyingsing, kami dengan cermat mempersiapkan keberangkatan kami dari Punggu Alas, hari terakhir kami di lokasi yang mempesona ini. Kami kembali ke Desa Keruing, tempat kami tinggal di rumah singgah lokal yang menawan. Kehangatan dan keramahtamahan tuan rumah membuat kami langsung merasa nyaman.

Makan siang di rumah singgah merupakan acara yang menyenangkan, setelah itu kami kembali menikmati kopi yang diseduh oleh Raya. Ini juga merupakan momen yang tepat bagi Vero dan Guille untuk terlibat dalam percakapan akrab dengan penduduk setempat, menangkap esensi pengalaman mereka.

Sore harinya kami menikmati kenikmatan mencicipi madu Kalulut, yang dipersembahkan oleh Pak Jeki. Rasanya yang unik merupakan bukti kekayaan sumber daya alam di wilayah tersebut. Kami kemudian memulai perjalanan perahu yang tenang di sepanjang sungai, di mana kami disuguhi penampakan monyet bekantan dan burung enggang di habitat aslinya.

Sekembalinya kami ke desa, kami singgah sebentar ke tepi sungai berpasir, yang terlihat oleh surutnya air akibat musim kemarau. Matahari terbenam memancarkan rona keemasan di atas Sungai Katingan, dan kami berlama-lama di hamparan pasir yang indah dan tenang, menikmati saat-saat terakhir hari itu.

Malam itu di homestay, kami tenggelam dalam kekayaan budaya lokal. Malam itu menjadi lebih hidup dengan alunan Karungut yang memesona, sebuah bentuk nyanyian tradisional, yang diiringi petikan halus Kecapi, sebuah gitar tradisional. Kami juga tertarik pada gerakan tari Manasai yang berirama dan bersemangat, sebuah ritual tradisional Dayak Ngaju yang memungkinkan kami untuk sepenuhnya terlibat dengan warisan lokal.

Selagi kami menikmati pertunjukan, kami menikmati percakapan hangat dengan penduduk setempat, yang mentraktir kami dengan kopi yang baru diseduh dan jagung rebus yang disiapkan dengan hati-hati oleh tuan rumah kami. Malam itu merupakan perpaduan yang menyenangkan antara pendalaman budaya dan keramahtamahan yang tulus, yang mencerminkan kehangatan sejati masyarakat Desa Keruing. Suasana yang semarak dan percakapan yang ramah meninggalkan rasa keterhubungan dan kegembiraan yang mendalam bagi kami. Dengan semangat yang terangkat dan hati yang hangat oleh pengalaman malam itu, kami beristirahat untuk malam itu, bersyukur atas kekayaan budaya yang telah terjalin dalam perjalanan kami.
Saat cahaya pagi perlahan menyinari rumah singgah di Desa Keruing, kami berkumpul untuk sarapan terakhir, untuk merasakan kehangatan dan keramahtamahan terakhir yang diberikan oleh tuan rumah kami yang murah hati. Setiap gigitan mengingatkan kami akan kebaikan dan perhatian yang telah menyertai kami selama kami tinggal.

Dengan perpisahan yang tulus, kami mengungkapkan rasa terima kasih kami kepada tuan rumah dan mengucapkan selamat tinggal kepada desa yang menawan yang telah menerima kami dengan begitu hangat. Suasana itu diwarnai dengan campuran nostalgia dan penghargaan saat kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan.
Rute kami kemudian membawa kami kembali ke Kereng Pakahi, tempat kami berhenti sejenak untuk merenungkan pengalaman luar biasa dan kenangan berharga yang telah kami kumpulkan. Dari sana, Vero, Guille, dan Kak Yun melanjutkan perjalanan mereka ke Palangkaraya, menandai akhir dari petualangan kami yang tak terlupakan. Saat kami berangkat, gaung keramahtamahan desa dan ikatan yang telah terjalin tetap bersama kami, membawa akhir yang mengharukan untuk babak luar biasa dalam perjalanan kami ini.

BOOK TOUR

yun pratiwi

If you’re interested to travel to Borneo or want a customized itinerary, please feel free to send us a message in the contact form or contact through email.

email: cbguide.info@gmail.com
phone: +62-811-523-3389

Similar Posts